Minggu, 25 Agustus 2013

4th Operation

Pagi itu, tampak tak ada keanehan dengan kaki saya. Tidak sakit, tidak nyeri, normal seperti biasa. Saya pun check up rutin untuk melihat perkembangan penyambungan tulang saya dengan harapan rontgen pada tanggal 1 Agustus 2013 tersebut tulang di kaki saya sudah menyambung. Optimis, karena sudah 7 bulan terlewati.

Hasil rontgen pun diterima setelah menunggu kurang lebih setengah jam. Ah, ternyata hasil rontgen tidak sesuai harapan saya. Tulangnya belum menyambung. Kalau saya perhatikan malah seperti tidak ada perubahan dibandingkan rontgen bulan Mei lalu. Bahkan, posisi tulangnya terlihat bergeser. Soal pergeseran tulang itu saya tidak mengerti dampaknya. Jadi ya sudah, biasa saja melihatnya. Sudah tertanam dalam benak saya tulang ini memang lama pertumbuhannya, santai saja.


Hasil Rontgen

Sikap santai saya ternyata berbeda dengan sikap dokter ketika melihat rontgen tersebut. Dokter terlihat berubah mimik wajahnya. Hasil rontgen pun dilihat dengan seksama di neon box khusus. Dokter-dokter lainnya juga seperti tertarik melihat hasil rontgen tersebut. Saya pun masih bertanya-tanya ada apa, kenapa dengan hasil rontgen itu.

Setelah diskusi panjang dengan dokter-dokter lainnya dengan menggunakan bahasa kedokteran yang tidak saya mengerti, dokter pun menjelaskan bahwa posisi tulang berubah dan menjauh dari kontak. Menjauh dari kontak artinya tidak mungkin ada pertumbuhan tulang pada posisi tersebut, karena tulang yang bagian atas dengan tulang yang bagian bawah tidak dalam satu garis. Ditambah lagi engkelnya terkunci geraknya mati. Plus fisik kaki saya yang ternyata bengkok tanpa saya sadari.

Pergeseran tulang ini mungkin diakibatkan sudah mulai tidak kuatnya tulang kaki di bagian bawah untuk menahan eksternal fiksasi. Hal ini dimungkinkan dari tarikan otot atau mungkin karena terjatuh. Saya tidak pernah jatuh, jadi mungkin memang karena tarikan otot atau salah posisi tidur. Ditambah lagi, posisi patah tulang yang terlampau dekat dengan engkel, yang menyebabkan sulit sekali mendapat aliran darah karena sedikitnya daging yang mengelilinginya. Infeksi juga terindikasi sebagai penyebab sulitnya tulang menyambung.

Ya Allah, ternyata seperti itu kondisinya. Tulang kaki saya tidak mungkin menyambung kalau tetap seperti itu kondisinya. Dengan kata lain, harus ada reposisi lagi seperti awal operasi. Reposisi tulang lagi, ya operasi lagi. Astaghfirullah.

Saya dulu mengira cukup tiga kali operasi yang harus saya jalani, plus satu lagi untuk cabut eksternal fiksasi ini. Ternyata bakal lebih rumit kasusnya. Dokter penanggung jawab saya terlihat gamang untuk mengambil keputusan tindakan operasi apa yang bakal dilakukan. Kasus patah kaki saya sudah rumit. Hufh, saya jadi teringat perkataan dokter yang pertama operasi saya, kalau kasus patah kaki saya adalah kasus dengan jenis terberat dalam dunia tulang.

Dokter menjelaskan akan dilakukan operasi lagi dengan mencabut eksternal fiksasi dan memasang pen dalam. Operasi tersebut baru dapat dilakukan dengan satu syarat yaitu bebas infeksi. Saya pun diberi resep obat antibiotik untuk diminum setiap hari. Setelah lebaran akan dipantau hasilnya, jika bagus, akan dilakukan operasi dengan cara tersebut.

Dengan rasa penasaran atas hipotesis dokter tersebut, saya melakukan second opinion di RS Siaga Raya, yang memang juga terkenal ahli tulangnya. Saya diminta untuk melakukan rontgen lebih detail untuk melihat penyambungan tulang saya. Hasilnya dokter di rumah sakit tersebut juga mengatakan bahwa saya memang harus melakukan operasi reposisi lagi.

Namun, teknik operasi yang akan dilakukan dokter di RS Siaga berbeda dengan di RS Fatmawati. Dokter akan melakukan tindakan melepas eksternal fiksasi, memasang pen dalam hanya di tulang betis (fibula) saja, dan bone graft yang cukup banyak di tulang kering (tibia). Dokter tidak memasang pen dalam di tibia karena risiko infeksi yang besar. Penahanan posisi tulang hanya akan menggunakan gips saja. Dan selanjutnya, saya harus menghirup oksigen dari alat yang namanya Hyperbaric untuk menghilangkan infeksinya.

Keputusan masih belum dapat diambil. Saya pun kembali lagi ke RS Fatmawati untuk konsultasi lagi dengan perkembangan hasil darah yang terbaru. Bermodal rontgen yang lebih detail dari RS Siaga, saya menanyakan kembali operasi apa yang akan saya jalani. Dokter pun masih belum bisa memutuskan, karena infeksi saya masih terlihat di hasil darah. Dokter akan membawa kasus saya ke forum dokter untuk mendapatkan masukan tambahan apa yang sebaiknya dilakukan dengan meminjam hasil rontgen, darah, dan foto fisik dari kaki saya.

Seminggu kemudian, tanggal 19 Agustus 2013, saya kembali lagi ke RS Fatmawati, berkonsultasi kembali mengenai keadaan kaki saya setelah forum dokter. Dokter menjelaskan bahwa saya akan menjalani kembali 2 operasi. Masya Allah.

Operasi yang pertama adalah pelepasan eksternal fiksasi, pembersihan bekas luka bekas eksternal fiksasi. Pada operasi pertama ini hanya menggunakan gips sebagai penahan geraknya. Hal ini dikarenakan karena infeksi yang berada di kaki saya. Setelah dua minggu, akan dipantau kembali apakah keluar cairan infeksi dari lubang bekas eksternal fiksasi. Jika sudah tidak keluar, akan dilakukan operasi selanjutnya. Jika masih keluar, maka menunggu sampai tidak keluar.

Operasi yang selanjutnya adalah operasi yang utama. Tindakan yang akan dilakukan adalah bone graft dari fibula ke tibia, nama ilmiahnya adalah vascularized fibular graft. Potongan tulang fibula saya akan dipindah menjadi tulang tibia. Bone graft (donor tulang) tipe ini adalah tipe yang terbaik dibanding graft lainnya, karena donor akan mendapat asupan yang sempurna dari pembuluh darah yang juga ikut didonorkan. Tidak hanya itu, akan ditambahkan juga bone graft dari tulang pinggul kiri. Jika kurang, akan ditambah bone graft sintesis. Intinya harus dilakukan metode agresif agar tulang tersebut dapat tersambung, tidak bisa metode biasa-biasa saja. Selanjutnya tulang tibia akan di pen dalam.

Yang membuat saya agak bimbang adalah kondisi tulang fibula yang terpotong akibat operasi ini. Dokter pun menjelaskan dengan yakin bahwa fungsi fibula itu sangat sangat kecil. Yang dibutuhkan hanya 7 cm bagian atas dan 7 cm bagian bawah. Sisanya tidak ada fungsinya. Dan tidak akan ada efeknya pada kaki jika fibulanya terpotong.

Penjelahan internet juga menjelaskan bahwa metode ini adalah metode yang ampuh untuk kasus seperti saya. Sayangnya saya tidak mendapat referensi dari artikel Indonesia, hanya dari jurnal luar negeri. Saya pun bertanya-tanya ke forum, dokter kenalan saya, dan dokter yang ada di RS Siaga. Hasilnya memang metode tersebut adalah metode yang terbaik yang bisa saya lakukan, meskipun dijelaskan bahwa ahli metode tersebut sangat sedikit di Indonesia. Pantas saja, sedikit sekali referensi internet dari Indonesia.

Bismillah. Akhirnya saya putuskan untuk melakukan operasi di RS Fatmawati dengan metode tersebut. Jadwal operasi yang keempat untuk pencabutan eksternal fiksasi adalah pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2013. Itu pun harus menyisipkan jadwal karena jadwal operasi dokter sebenarnya sudah penuh. Dokter menerima menyisipkan karena operasi saya adalah operasi yang tergolong tidak berat jadi bisa cepat selesai.

Hari Selasanya saya sudah mulai opname untuk persiapan operasi. Untuk malam pertama opname, saya sudah tidak ditemani keluarga karena hanya menunggu saja. Esoknya, sekitar pukul 14.00, saya dibawa ke ruang operasi.

Sepertinya sudah akrab sekali saya dengan ruangan operasi ini. Berbeda dengan tiga operasi sebelumnya, pada operasi ini saya dibius total. Saya disuntik suatu cairan, saya bertanya cairan apa itu. Suster yang menyuntiknya malah bercanda kalau cairan itu cairan obat sambil senyum-senyum. Saya pun merasa ada yang aneh, dan saya sadar kalau itu adalah obat bius. Seketika itu juga saya langsung tumbang, ga pakai acara menguap-menguap.

Tiba-tiba saya terbangun dan operasi sudah selesai. Saya pun mencoba menggerakkan kaki saya. Meski bisa digerakkan tapi terasa berat. Saya sadar kalau kaki saya sudah digips sehingga terasa berat. Berbeda dengan operasi sebelum-sebelumnya, bius total ini hanya membuat tertidur sejenak saja. Bius yang sebelumnya, saya memang tersadar tapi tidak bisa menggerakkan dan merasakan apa pun dari kaki saya selama sekitar delapan jam.

Pukul 17.00 saya kembali ke kamar. Eksternal fiksasi sudah terganti dengan gips kapur. Berat sekali gips ini ternyata. Mungkin karena belum terbiasa juga memakainya. Terlihat gips saya dipasang dari tengah paha sampai pangkal jari kaki, panjang sekali. Tapi bagi orang-orang, kaki saya mungkin sudah tidak semenakutkan ketika memakai eksternal fiksasi. Saya pun sholat Ashar dan langsung minum makan. Lapar memang menyerang, karena saya diharuskan puasa sejak pukul 6 pagi.

Alhamdulillah operasi keempat ini berjalan lancar. Semoga saja selama dua minggu ke depan ada perkembangan yang bagus pada kaki saya ini dan saya bisa diberi kesempatan untuk menggunakan kaki saya lagi. Aamiin ya Allah ya mujibassailin.


"Apakah manusia mengira bahawa mereka akan dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji?" (QS Al-Ankabut:2-3)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar