Rabu, 28 Juni 2023

Preventing the Poor Getting Poorer

Taxes collected from the public are the main source of income for various countries in the world. The money is then used to finance the government's operations and improve the welfare of its people. Supposedly, tax collection does not make the poor poorer. However, what happens can be the opposite. Bachas (2023) explains that the poorest households in the world, which should need a lot of assistance, instead contribute to the government instead of receiving government assistance.

In Indonesia, the problem of tax collection which is a burden for the poor is anticipated by the government by providing various tax exemption policies and facilities. With these policies, taxes paid by the poor can be minimized. Even so, it will be difficult to eliminate the taxes paid by the poor because there are consumer goods that are still subject to VAT.

For MSMEs that have a turnover of up to Rp4.8 billion per year, income tax is only 0.5% of the turnover. This figure is relatively small compared to paying taxes using the normal scheme. These business actors are also exempt from the obligation to collect VAT so that they can reduce business expenses and administrative complications.

After receiving income, people will spend their income to consume goods and services to meet their daily needs. VAT will be charged at the time of purchase of these goods and services. Due to the non-discriminatory nature of tax subjects, VAT can have a bigger impact on the poor than income tax.

To reduce the negative impact on the poor, the government excludes the imposition of VAT on several goods that are urgently needed by people. Staple goods such as rice, wheat, vegetables, chicken, meat and eggs are exempt from VAT.

BPS Susenas data on September 2022 shows that 63.65% of the expenditure of the first quintile households (the lowest expenditure) is spent on buying food, with 19.5% of it being spent on buying rice, 9.78% for buying vegetables, and 47.35% other food ingredients. With the exception of VAT, those households do not need to pay VAT on these basic necessities.

However, 10.51% of the food expenditure above is cigarette and tobacco spending for which VAT is not exempt, and is even subject to additional excise. One of these expenses causes the poor to still have to pay taxes.

The government also provides VAT exemptions for medical health services so that the poor are not increasingly burdened with VAT when they are sick. Income from health insurance provided by BPJS is also not subject to income tax.

Not only the main goods and services above, the government provides VAT exemption for housing needs for the poor. The government exempts VAT on the rent of simple flats, simple and very simple houses. This type of house is the type of house that is mostly occupied by the poor. Electricity with power below 6600 watts and clean water also get VAT exemption so that it can maintain consumption from the poor.

In an effort to educate the nation's life, the government excludes VAT from education services. The poor can access education at minimal cost without being subject to VAT. The purchase of textbooks is also exempt from VAT.

However, the VAT exemption for materials needed for the poor should still be expanded. Wicaksono et al. (2020) show that in 2018, the richest households in Indonesia bear approximately 4% of their expenses to pay VAT, while the poorest households bear approximately 3%, only a difference of 1%. This shows that currently, the VAT burden for the poor and the rich is not much different.

Tax Expenditure

Implementation of tax policies that prevent the poor from getting poorer because of tax has an impact on tax revenues. The measurement of estimated lost taxes as a result of the policies implemented by the government is presented by the government in the form of tax expenditure.

Tax expenditure is measured using the revenue forgone method. This method calculates the difference in tax revenue due to provisions on tax expenditure, assuming there is no change in behaviour from taxpayers and other tax revenues.

By using the tax expenditure reports, estimates of lost tax revenue due to tax policies for the poor can be identified. The final income tax for MSMEs is estimated to cost the state Rp18.29 T in 2021. The largest tax expenditure arises from VAT policies that are not required to be collected by entrepreneurs with a turnover of no more than Rp4.8 billion, which is Rp46.6 trillion.

To maintain the price of basic necessities with the exception of VAT, the potential for lost revenue reaches Rp33.09 T. The VAT exemptions for health services and education services provide a potential loss of Rp3.3 T and Rp 17.5 T respectively. For exemption from the imposition of VAT on water, the government expenditure is Rp1.09 T. Meanwhile, for the exemption from the imposition of VAT for electricity, the expenditure is Rp6.3 T. 

In total, the total government tax expenditure for this tax policy reaches Rp 126.98 T or almost 10% of total tax revenues in 2021. If this is proportional to the number of poor people at 9.7% in September 2021, tax expenditure for the poor will reach Rp12.32 T.

By using the tax expenditure approach, it can be seen that the government is very concerned about the impact of imposing taxes on the poor. The government provides many tax exemptions and facilities to improve the welfare of the poor. Even so, the provision of tax policies for the poor needs to be further improved so that the VAT burden gap between the poor and the rich is not too narrow.


Sabtu, 17 Mei 2014

6th Operation

Tak terasa sudah 16 bulan sejak kejadian malam itu. Langkah yang tegap dulu masih belum kembali. Sabar sepertinya bukan menjadi kewajiban lagi, tetapi menjadi kebutuhan. Terlebih, menerima segala sesuatunya dengan ikhlas adalah obat mujarab termanjur sekarang ini.

Ada yang tak biasa pada hasil rontgen tanggal 3 April 2014 lalu. Melihat hasilnya, langsung terambil kesimpulan bahwa sepertinya harapan untuk sedikit lepas dari ketergantungan alat bantu ini harus tertunda sedikit lebih lama. Harapan yang diberi dokter pada bulan Februari lalu, saat izin untuk menapakkan kaki meluncur keluar dari seorang ahli tulang tersebut. Kemandirian membawa kendaaraan sendiri pun terlintas untuk berhenti sejenak.

Minggu, 16 Februari 2014

Semua Akan Indah Pada Waktunya

Selalu saja akan ada kemudahan dalam kesulitan. Itulah janji Allah dalam kitab-Nya.

Sejak kejadian 26 Desember 2012 lalu, saya selalu saja merepotkan banyak orang. Mulai dari keluarga, sahabat, teman-teman, bahkan orang yang tidak saya kenal pun saya repotkan. Maklum, ada keterbatasan dalam diri saya. Utamanya, saat kedua tangan saya tidak dapat digunakan yaitu saat berjalan, imbas dari kaki kanan yang belum bisa saya gunakan. Kedua tangan terfokus seluruh tenaganya untuk menopang beban tubuh untuk berjalan. Alhasil, saat berjalan, tidak hanya kaki kanan yang tidak bisa digunakan, sudah pasti tangan tidak bisa digunakan.

Karena kedua tangan dan kaki kanan tidak bisa digunakan itu, saya sering meminta pertolongan kepada orang, terutama dalam membawa barang. Ah, rasanya jiwa kemandirian ini seperti terenggut. Dulu yang begitu mandiri, jalan kesana kemari, tanpa peduli tentang rasa butuh terhadap orang lain, menjadi seorang yang lemah, dan sangat tergantung terhadap orang lain. Aristoteles memang benar, manusia adalah makhluk sosial, yang membutuhkan orang lain. Dan saya adalah salah satu manusia yang membutuhkan rasa sosial tersebut. Meski, selalu saya mencoba untuk tidak merepotkan orang lain semaksimal mungkin.

Minggu, 29 September 2013

Yang Kelima

Sesuai dengan rencana sebelumnya, dua minggu setelah operasi keempat, dilakukan evaluasi terhadap kaki saya. Dokter melihat apakah sudah memungkinkan untuk melanjutkan ke operasi berikutnya, khususnya melihat dari bekas luka eksternal fiksasi. Luka bekas eksternal fiksasi yang dicabut pada operasi keempat harus sudah menutup dan kering. Dengan keringnya luka tersebut, pertanda bahwa tidak terdapat infeksi pada luka tersebut sehingga siap untuk dilakukan operasi kelima.

Manusia ini memang canggih. Luka-luka di kaki ini membuat saya selalu terkesima atas proses pemulihannya. Dulu, waktu awal kejadian, luka yang begitu parah pun sekarang sudah menutup. Memang tidak seperti sebelumnya sih, tapi tetap saja canggih sudah sembuh lukanya. Termasuk juga luka bekas eksternal fiksasi yang dicabut. Dalam dua minggu, luka bekas besi yang tertanam dalam tulang sudah menutup sempurna, tidak kelihatan bahwa disana pernah tertanam besi yang menembus sampai tulang. Memang hanya Allah yang berkuasa menciptakan makhluk dengan sistem pemulihan seperti ini.


Minggu, 25 Agustus 2013

4th Operation

Pagi itu, tampak tak ada keanehan dengan kaki saya. Tidak sakit, tidak nyeri, normal seperti biasa. Saya pun check up rutin untuk melihat perkembangan penyambungan tulang saya dengan harapan rontgen pada tanggal 1 Agustus 2013 tersebut tulang di kaki saya sudah menyambung. Optimis, karena sudah 7 bulan terlewati.

Hasil rontgen pun diterima setelah menunggu kurang lebih setengah jam. Ah, ternyata hasil rontgen tidak sesuai harapan saya. Tulangnya belum menyambung. Kalau saya perhatikan malah seperti tidak ada perubahan dibandingkan rontgen bulan Mei lalu. Bahkan, posisi tulangnya terlihat bergeser. Soal pergeseran tulang itu saya tidak mengerti dampaknya. Jadi ya sudah, biasa saja melihatnya. Sudah tertanam dalam benak saya tulang ini memang lama pertumbuhannya, santai saja.

Jumat, 19 April 2013

Operasi Ketiga

Tepat tiga bulan setelah kejadian, luka pada kaki saya sudah mulai menutup. Daging yang awalnya terkoyak sudah memenuhi rongga yang ada sebelumnya dan membalut tulang yang dulunya terlihat. Dengan eksternal fiksasi yang masih terpasang, sakit pada kaki saya sudah jauh berkurang dari pada sebelum-sebelumnya.

Dengan kondisi seperti itu, dokter pun memberanikan diri untuk maju ke tahap berikutnya yaitu cangkok tulang atau bone graft. Diawali dengan melihat hasil rontgen, dokter melihat bahwa pertumbuhan tulang saya masih minimal sehingga diputuskan untuk dilakukan bone graft. Bone graft ini harus dilakukan melalui proses operasi. Persetujuan operasi diberikan. Jadilah operasi ini adalah operasi ketiga saya.

Selasa, 09 April 2013

Ketika Kamu Patah Tulang. Medis vs Alternatif

Jumlah kendaraan yang besar di Indonesia tentu saja berbanding lurus dengan jumlah kecelakaan lalu lintas. Efek kecelakaan pun bermacam-macam mulai dari cedera ringan sampai kematian. Hati-hati ya kalo berkendaraan..

Patah tulang adalah salah satu efek dari kecelakaan tersebut. Patah tulang tentu saja berakibat berkurangnya kemampuan anggota gerak tulang yang mengalami patah. Rasanya tidak enak, tetapi jangan khawatir, tulang manusia adalah salah satu benda ajaib yang diberikan Allah. Tulang mampu meregenerasikan dirinya yang rusak sehingga apabila patah akan menyambung kembali secara alami. Namun, untuk mempertahankan posisinya penyembuhan tulang menjadi seperti semula butuh bantuan dari luar tubuh. Nah, inilah yang dilakukan dalam pengobatan patah tulang.