Senin, 21 Januari 2013

Ar-Rahman

Ar-Rahmaan. 'Allamal quraan. Kholaqol Insaan. 'Allamahul bayaan...

Lantunan surat Ar-Rahman terdengar di telinga, saat-saat penantian panjang menunggu operasi. Suara tilawah Quran yang berasal dari Tante yang biasa saya panggil Ummi, tersebut entah mengapa cukup menenangkan saya. Meskipun waktu rasanya berjalan lama sekali. Tiap beberapa menit, saya bertanya, jam berapa ini? Jam berapa sekarang? Tapi, jawabannya hanya berubah setengah jam. Penantian panjang dari malam sampai siang dengan sakit teramat di kaki kanan saya. Kapan saya bisa dioperasi?

Pasien di RSUP Fatmawati memang ramai. Untuk bisa operasi saja harus masuk daftar antrian. Dan kata dokter yang pertama memeriksa luka saya, saya baru bisa dioperasi paling cepat sore hari karena banyaknya pasien yang perlu dioperasi. Lama sekali saya harus menahan sakit teramat ini, pikir saya. Sabar. Inilah ujian yang harus saya hadapi. Dokter pasti paham potensi kegagalan luka saya karena tidak dioperasi cepat. Dokter pasti paham sejauh mana kaki kanan saya bisa bertahan. Ya Allah, saya harus sabar.

Ar-Rahman. Dengan pertolongan Allah, jadwal operasi saya yang seharusnya yang kelima, bisa menjadi yang ketiga. Saya hanya perlu menunggu sampai pukul 13.00 saja. Meski begitu perjuangan tersebut merupakan perjuangan terhebat dalam hidup, perjuangan menahan sakit.

Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam terlewati. Saya dipindah dari suatu ruangan khusus ke ruangan UGD agar dapat lebih terpantau oleh dokter. Menunggu lagi, ditemani puluhan pasien lainnya yang berjejalan di ruangan tersebut. 

Sekitar pukul 13.00 lebih, dokter yang bertanggung jawab atas operasi saya datang. Kaki kanan saya dibuka balutan perban sementaranya. Kemudian diperiksa dengan sangat hati-hati. Mungkin, ia sedang berpikir keras tindakan apa yang harus dilakukannya karena saya sadar atas kondisi kaki kanan tersebut. Saya pun tak sanggup melihat luka saya secara langsung. Hanya perlu dua foto sudah cukup menggambarkan betapa parahnya luka saya.

Penjelasan panjang pun keluar dari mulut sang dokter. Luka kaki kanan saya parah sekali. Dalam ilmu orthopedi, kondisi kaki kanan saya ini termasuk kategori yang paling berat. Jaringan-jaringannya banyak yang rusak, terdapat tulang yang hancur. Kondisi patah tulang ini biasa disebut fraktur terbuka dalam medis. Dokter tersebut menjelaskan bahwa kaki saya akan dipasangkan eksternal fiksasi karena beratnya kondisi kaki kanan saya, bukan pen yang biasa dipasang pada kasus patang tulang biasa. Dan, jika kaki kanan saya pada akhirnya tidak dapat bertahan, amputasi bukan tidak mungkin akan dilakukan. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Saya hanya bisa pasrah. Saya serahkan semuanya pada Allah. Saya yakin dokter ini mampu, terlihat dari tutur kata dan penjelasan yang diberikannya. Saya yakin kaki kanan saya tidak perlu diamputasi. Allaahu.

Saya pun akhirnya tertidur, mungkin karena semalaman tidak tidur. Tiba-tiba saya sudah berada di ruangan besar. Kaki kanan saya dirontgen. Oh ternyata saya sedang dipersiapkan untuk operasi. Tertidur lagi. Saya berada di ruang antri operasi. Ganti baju khusus untuk operasi. Tertidur lagi. Dan akhirnya saya berada di ruang operasi dalam kondisi lemah.

Sekitar pukul 16.00, persiapan operasi dimulai. Selang oksigen dipasang di hidung saya. Alat pemantau jantung dan tekanan darah juga sudah dipasang. Dan, suntikan anastesi (obat bius) di ruas tulang belakang mulai terasa di tubuh. Kedua kaki saya mulai berat digerakkan. Rasanya seperti kesemutan. Dan semakin lama, saya sudah tidak dapat menggerakkan kaki saya. Rasa sakit pun hilang. Tubuh saya dari pinggang ke bawah sudah terbius dengan anastesi (anastesi spinal).

Operasi dimulai. Seperti ada getaran-getaran di kaki kanan saya. Tapi asyiknya, tidak sakit sama sekali, seperti tidak terjadi apa-apa pada kaki kanan saya. Saya pun melanjutkan tidur saya. Terbangun magrib, masih belum selesai. Saya sholat magrib, apapun yang terjadi saya tetap sholat, meski badan tidak terwudhu, meski kiblat tak tau dimana. Dan kemudian tertidur lagi.

Ar-Rahman. Alhamdulillah. Operasi 6 jam saya terasa begitu cepat karena tertidur. Allah menidurkan saya. Begitu nikmatnya tertidur pada saat tersebut, seperti hilang semua masalah dan ujian. Padahal, kalau tidak tertidur, waktu 6 jam adalah waktu yang sangat panjang apalagi di ruangan operasi yang sangat dingin dengan hanya sehelai lembar kain.

Ar-Rahman. Tiba-tiba saya sudah berada di sebuah ruangan. Saya melihat kaki kanan saya dengan mata minus saya. Allahu Akbar, ada besi-besi yang kokoh tertanam di kaki kanan saya. Ohh, jadi itu yang namanya eksternal fiksasi. Pasti itu ditanam di tulang. Dan, ada juga dua bulatan di kecil di sambungan besinya. Apa ya itu? Tidak kelihatan jelas. Selain itu, ada suara bip bip di samping saya, tidak saya pedulikan.

Eksternal Fiksasi
 Ar-Rahman. Dokter yang mengoperasi mendatangi saya di ruangan tersebut dan dimulailah penjelasan tentang kondisi saya. Saya pun mendengarkannya dengan cermat, lebih cermat daripada mendengarkan dosen di kampus. Dijelaskan bahwa kaki kanan saya sudah direposisi lagi sebisa mungkin. Ada tulang yang masih bisa disambung, tetapi ada tulang yang hilang tidak ditemukan. Banyak jaringan yang rusak. Dijelaskan juga apa-apa yang akan saya hadapi kemudian, mulai dari operasi pembersihan kulit sampai akhirnya lepas eksternal fiksasi. Kira-kira butuh delapan bulan sampai saya bisa jalan normal lagi, jelasnya.

Ar-Rahman. Sebagai penutup, dokter menjelaskan kalau kaki kanan saya akan dilihat perkembangannya besok. Meskipun ada secercah harapan bahwa jari-jari kaki kanan saya masih bisa digerakkan dan artinya masih ada syaraf yang tersambung, tetapi dari hasil pantauan oksigen pada kaki kanan saya, hasilnya masih dibawah normal dan biasanya akan terus menyusut. Apabila besok oksigen semakin menyusut, artinya kaki kanan tersebut tidak mendapat suplai oksigen dari paru-paru sehingga kaki kanan saya bisa disimpulkan mati. Tentu saja harus diamputasi. Allahu Akbar. Saya hanya bisa pasrah dalam lautan doa saya pada Sang Rahman, Allah.

Ar-Rahman. Pagi pun tiba. Terbangun dalam ruang kamar saya. Saya langsung menggerakkan jari-jari saya. Alhamdulillah masih bisa digerakkan. Ya Allah, selamatkan kaki kanan saya ini.  Ya Allah.

Ar-Rahman. Dokter pun datang ke kamar saya. Wajahnya yang teduh langsung menengok ke arah ujung kaki kanan saya. Saya pun paham kenapa. Diamatinya ujung kaki kanan saya. Harap-harap cemas saya menunggunya. Semoga kaki kanan saya bisa bertahan. Dipegangnya jari-jari kaki kanan saya. Dan keluarlah kalimat yang akan menentukan semuanya. Menentukan masa depan saya. Menentukan hidup saya berikutnya. Menentukan akan seperti apa nasib kaki kanan saya.

"Kaki kanan kamu bagus. Warnanya sudah merah tidak pucat seperti kemarin. Kaki tersebut hidup. Bagus. Bagus."

Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau masih memberikan kaki kanan saya ini. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau masih mengamanahkan kaki kanan saya ini. Alhamdulillah Ya Allah, masa kritis ini berhasil terlewati. Alhamdulillah Ya Allah. Engkau Maha Pengasih. Sang Rahman Sang Rahim.

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" QS Ar-Rahman

3 komentar:

  1. semoga cepet sembuh bang salam kenal,,,,

    kunjungan balik untuk saling ukhuwah....

    BalasHapus
  2. Sy cidera pd kaki kiri dibawah mata kaki semua kulitnya terlepas. Kondisi tulang tdk patah hanya anak jari & jari manis kaki sy lepas ikut didalam kulit kaki. Namun dokter memutuskan harus diamputasi sgr.kalau tdk sgr dimputasi infeksinya akan menjalar keatas.Kaki kiri sy diamputasi hingga diatas mata kaki ( pergelangan ). Sy tdk habis pikir knp kluarga sy tdk membawa sy betobat altetnatif. Katanya yg patah saja bisa sembuh, sedangkan sy kan tdk patah hanya kulitnya terkelupas. Apakah tindakan kluatga sy salah krn terlalu menerima saran dokter.

    BalasHapus